Senin, 17 Januari 2011

BID'AH RASIONALISME





Sebuah konsep berbunyi : 'Pokok dasar masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah adalah akal. Akal adalah timbangan yang menentukan benar tidaknya dalil-dalil yang ada. Jika bersesuaian dengan akal, maka diterima. Dan jika bertentangan, maka tertolak, bathil dan dipertanyakan atau didiamkan walaupun dalil itu sebuah dalil yang sah (shahih).'

Konsep ini secara keseluruhannya batil dan merupakan bid'ah mungkar serta kesesatan yang teramat berbahaya. Manhaj salaf dalam hal ini merupakan Manhaj Rabbani. Adapun manhaj Rasionalis adalah manhaj setani, sebab pelopor pertama yang membuka pintu kesesatan dalam hal ini adalah iblis la'natullah. Tatkala Rabbul 'Izzah memerintahkan kepadanya untuk bersujud kepada Adam 'Alaihis salam, dia tidak segera melaksanakannya akan tetapi dia proses dulu dengan akal dan logikanya seraya berkata : 'apakah aku harus bersujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari tanah.?' Bagaimana aku harus sujud kepadanya sedangkan dia adalah makhluk yang terbuat dari tanah dan aku terbuat dari api. Ini adalah suatu hal yang tidak masuk akal dan tidak dapat dibenarkan oleh logika. Apa kesudahannya...?!
'ia enggan dan takabur, dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir'. Maka jatuhlah laknat atasnya, dan jatuhlah vonis kufur atasnya serta nerakalah tempat kembalinya di akhirat nanti. Kemudian keyakinan seperti ini diterima dan dipromosikan oleh sebagian firqah yang pentolan utamanya adalah mu'tazilah. Mereka mewajibkan berhukum dengan akal dan menjadikannya asas di dalam memahami dalil-dalil. Mereka hanya mengambil dalil-dalil yang selaras dengan akal mereka dan membuang jauh-jauh dalil yang berbenturan dengan logika mereka. Ada seorang oknum yang bernama Dawud bin al-Muhabbir mengarang sebuah buku tentang keutamaan akal dan eksistensinya. Orang ini walaupun dikenal dengan ibadah dan kezuhudannya namun dia dha'if (lemah) dalam periwayatan hadits. Imam Ahmad berkomentar tentangnya : 'dia tidak tahu paa itu hadits'. Ibnu al-Madini (juga) berkata tentangnya : musnah/lenyap haditsnya. Adapun Ad-Daruquthni berkomentar tentangnya : (ditinggalkan). Juga didha'ifkan (dilemahkan) oleh Abu Zur'ah dan lainnya.

Ironisnya kitab ini kemudian menjadi rujukan kaum Mu'tazilah dan sebagai hujjah bagi mereka walaupun di dalamnya terdapat kebatilan-kebatilan serta kedustaan-kedustaan. Sampai-sampai al-Imam Adz-Dzahabi berkomentar tentang penulis kitab tersebut (yaitu Dawud bin al-Muhabbir) : 'Seorang rasionalis, alangkah baik seandainya dia tidak mengarang atau menulis kitab tersebut !'. Seluruh hadits yang tercantum tentang keutamaan akal dan eksistensinya adalah tidak sah, berkisar antara dha'if dan maudhu' (palsu). Diantaranya adalah hadits yang berbunyi : 'Agama itu adalah akal, tidak ada agama bagi yang tidak berakal' Al-'Allamah Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya al-Manarul Munif : Hadits-hadits tentang akal seluruhnya dusta ! (lihat Silsilah hadits Dha'if juz awal karya al-Albani).
Begitulah realita dan faktanya. Kaum Mu'tazilah memang benar-benar telah beriman kepada akal dan sangat optimis dengannya, karena itu mereka menjadikannya sebagai hakim (penentu) bagi perkara agama dan manhaj mereka. Perhatikan kesobongan salah seorang tokoh mereka yang bernama : 'Amar bin Ubeid, tatkala menolak sebuah hadits yang tidak masuk akalnya ''Seandainya al-A'masy membawakan hadits ini niscaya akan aku dustakan dia, seandainya aku mendengar Rasulullah mengatakannya niscaya akan aku tolak ia dan seandainya aku mendengar Allah Ta'ala mengatakannya niscaya akan aku protes ; bukan atas ucapan ini Engkau mengambil perjanjian kepada kami !!. (Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan) Lihat pula kelakuan al-Qadhi Abdul Jabar yang menempatkan akal sebagai sandaran utama syari'at sebelum Al-Qur'an dan Sunnah serta Ijma'. Demikian pula yang dilakukan oleh az-Zamakh Syari, bahkan ia menamakan akal dengan sulthan ! yang dia jadikan sebagai patokan dan standar serta menolak ilmu hadits yang merupakan kemuliaan ummat Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ini.
Ada lagi golongan yang semodel dengan Mu'tazilah, yaitu Asya'irah (pengikut paham asy-'Ariyah). Fakhrur Razi yang merupakan pentolan mereka telah mendatangkan pembagian-pembagian serta pengelompokan-pengelompokan yang tidak bisa menggemukkan dan tidak pula menghilangkan dahaga (baca: tidak berfaedah apa-apa). Dia berusaha membela akal mati-matian dan meremehkan naql (wahyu). Bahkan secara tegas menyatakan bahwa: menyibukkan diri dengan wahyu dan riwayat hanya dianggap sebagai istihsan (kebaikan yang tidak wajib) dan sampingan. Dia menegaskan bahwa dalil-dalil yang ada mungkin tidak shahih, dan mungkin hanya untuk diarahkan pada pengertian umum.
Di atas landasan inilah pembesar-pembesar mereka berjalan seperti al-Juwainy (yang masyhur dengan sebutan Immamul Haramain), al-Ghazali Al-Baghdady, al-Amidy, Ibnu Furak dan Syurrah al-Jauharah serta yang lainnya. Tragisnya beberapa ulama Mutaakhirin (zaman terakhir) yang dikenal dengan sebutan Mujaddid seperti Syaikh Muhammad Abduh turut terimbas bid'ah ini. Ia berkata dalam risalahnya : Al-Islam wan-Nashraniyah sebagai berikut : 'Seluruh ummat Islam sepakat kecuali segelintir orang yang tidak diperhitungkan - bahwa jika berbenturan antara akal dan wahyu, maka yang diambil adalah yang ditunjukkan oleh akal.' Anehnya, ia sendiri mengakui dalam bukunya Risalah Tauhid : Bahwa akal semata tidak akan dapat mencapai kejayaan atau kebahagiaan segenap ummat tanpa bimbingan Ilahi ! Sungguh tidak bisa dimengerti mana pendapatnya yang kita ambil ?! Semoga Allah menjadikan kita termasuk segelintir orang yang disinggung oleh Muhammad Abduh di atas !. Ternyata murid-muridnya terpengaruh pula dengan konsepnya ini, seperti Rasyid Ridha dan al-Maghribi dalam tafsir mereka pada juz Tabaraka, sampai -sampai mereka menegaskan berulangkali atas wajibnya mentakwil (merubah) nash (dalil) untuk disesuaikan dengan mafhum (pemahaman) akal. Kemudian bangkitlah kaum Rasionalis abad 20, menghidupkan kembali bid'ah ini. Mereka letakkan prinsip-prinsipnya, mereka tulis buku-buku tentangnya dan mereka bela. Dipelopori oleh Muhammad al-Ghazali yang meletakkan garis-garis dasar rasionalisme bagi dirinya sebgaimana yang tertera pada buku-buku karangannya. Dia berkeyakinan bahwa sebuah hadits yang bertentangan dengan pandangan akal atau logika maka berhak ditolak dan dibuang jauh-jauh, kendati bagaimanapun derajat sanadnya dan meski ulama atau Imam manapun yang menshahihkan atau mentsiqahkannya.
Simaklah apa katanya: 'Ketahuilah bahwa seluruh perkara yang dibatalkan oleh akal atau logika maka amat mustahil dijadikan sebagai ajaran din (agama)! sebab Dinul Haq (agama yang benar) adalah nurani insani yang lurus! dan nurani insani yang lurus itu adalah akal, sebagai standar bagi hakekat, yang kemilau dengan ilmu, yang jauh dari khurafat dan terbebas dari sangkaa-sangkaan. Kami senantiasa menegaskan bahwa setiap hukum yang ditolak oleh akal dan setiap metode yang bertentangan dengan nurani manusia serta fitrah yang lurus maka amat mustahil digolongkan sebagai ajaran din (agama) !'. Manhaj 'Aqlani (rasionalis) yang dia peluk ini masyhur dan dapat dibaca dalam karangan-karangannya, dan yang terbaru adalah sebuah kitab berlabel, 'Hadits Nabi dalam Pandangan ahli Fiqih dan ahli Hadits (ironisnya buku ini diterjemahkan oleh Muhammad Baqir al-Habsyi dan dicetak serta diterbitkan oleh penerbit Mizan Bandung, diberi label: 'Studi Kritis atas Hadits Nabi'!) Saya tekankan kepada masyarakat awam untuk tidak membacanya dan hendaknya membaca kitab (buku) bantahan atas buku tersebut yang ditulis oleh Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhaliy, berjudul (artinya) : 'Membedah sikap al-Ghazaliy terhadap as-Sunnah dan Ahli Sunnah serta bantahan terhadap pendapat-pendapatnya'. Alhamdulillah buku ini sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh pustaka al-Kautsar dengan judul : 'Membela Sunnah Nabi, jawaban atas buku Studi Kritis atas Hadits Nabi.'

Lihatlah apa yang dibuatnya ! Ia datang dengan membawa bencana-bencana dan keanehan-keanehan, semoga Allah mengampuninya dan mengilhamkan kebenaran kepadanya (kini ia telah wafat - red). Diantara mereka yang terpengaruh dengan buah pemikiran Muhammad al-Ghazaliy ini adalah seorang wartawan merangkap penulis bernama : Fahmi Huwaidiy, ia menganggap bahwa mengeyampingkan akal di hadapan dalil adalah ' Penyembahan terhadap berhala model baru '. Ia menggelari Ahlu al-Atsar (pengikut jejak Nabi) yang komitmen kepada dalil sebagai kaum berhalais penyembah dalil.!! Orang yang semodel dengan mereka adalah Muhammad Ahmad yang secara tegas menyatakan dalam kitabnya al-'Adl al-Islamiy (keadilan Islam) sebagai berikut : Bahwa dengan berakhirnya zaman kenabian maka tidak merdekalah akal insani dari belenggu-belenggu wahyu yang membelenggu akal beberapa abad lamanya.! Demikian pula Dr. (Hasan) at-Turabi, ia menjadikan manhaj/metode Rasionalis sebagai asas dalam aqidah dan dakwah ! Dengan alasan Tajdid (reformasi), kemajuan, modernisasi, toleransi, anti keterbelakangan (kolot) dan melepaskan diri dari belenggu masa lalu ! Bahkan dengan terang-terangan ia menyatakan bahwa penghalang utama gerakan reformasi dan modernisasi adalah cetusan yang berbunyi : 'Cukuplah al-Kitab dan as-Sunnah bagi kami'! Ia mengatakan : Ini adalah kekeliruan yang nyata!! Manhajnya tersebut akan menggirirngnya menuju legalisasi kemurtadan, bolehnya merenovasi agama dan pengingkaran hukum rajam, bahkan ia telah melebarkan sayap dan memperluas orbit rasionalisme ini hingga ia menolak hadits mutawatir yang qoth'i (yakin).

Saya (penulis) akan menawarkan kepada pembaca yang mulia untuk membaca sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid yang beliau namakan: al-'Aqlaniyun, Afrakh al-Mu'tazilah (Rasionalisme Cikal Bakal Neo Mu'tazilah). Agar para pembaca dapat mengenal hakekat manhaj mereka dulu dan sekarang, sekaligus juga agara dapat mengetahui sejauh mana kehancuran, kerusakan dan kacau balaunya manhaj aqliyah (manhaj rasionalisme) yang batil ini. Bagaimana tidak disebut sebagai sebuah kebatilan !! sebab mereka telah membuka pintu kejahatan dan fitnah atas kaum muslimin !! Dan cukuplah keyakinan (manhaj) yang mereka peluk itu sebagai penghancur pokok-pokok dasar ad-din (agama) serta kaidah-kaidahnya !! Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tatkala berkata: 'Kerusakan analogi akal mereka adalah safsathah (pemutarbalikan fakta) yaitu pengingkaran hakekat-hakekat yang ada dengan cara penyamaran dan pengaburan. Sedangkan kesudahan bagi takwil-takwil mereka adalah Qarmathah (perancuan fakta) yaitu pembelokan kalimat dari arti sebenarnya dan perancuan (perusakan) terhadap syari'at, lughoh (bahasa) dan akal dengan cara penyamaran dan pengaburan !. Sesungguhnya ucapan ucapan mereka adalah kejahilan semata dan kesudahannya adalah Daudaqah (kemunafikan)'. Alangkah eloknya syair al-Allamah Ibnul Qayyim berikut ini :

Kebinasaan yang merenggut akal/logika kalian
dikarenakan kalian memusuhi akal sehat dan wahyu
Kalian menyangka bahwa akal merupakan jaminan kebenaran
Padahal akallah yang bertanggung jawab
Akal tidak dapat berdiri sendiri tanpa hidayah wahyu
Baik pada perkara-perkara dasar maupun rinci
Jika cahaya Nubuwah tidak sampai kepada anda
Maka akal tidaklah dapat menuntun anda 'tuk meniti jalan
Wahai para pencari hidayah dengan akal tanpa wahyu
Kalian tidak akan mendapatkan dalil untuk itu
Berapa banyak orang yang bingung celingak celinguk mencari hidayah sebelum kalian
Sepanjang hidupnya ia tetap dalam keadaan bodoh/jahil
Syubhat-syubhat senantiasa menggerogoti hatinya
Hingga ia tewas berlumuran syubhat-syubhat


'Akhirnya kebinasaanlah bagi para pengagum dan pengikut kaum Rasionalis Mu'tazilah dan sebangsanya. Hanya dengan manhaj Salaf, ummat akan tetap jaya. Tanpa itu, klaim kembali kepada al-Qur'an dan as-Sunnah hanya akan bermuara pada pemahaman model 'aqlaniyah (pemahaman model akal-akalan), akibatnya celaka - Na'udzubillah mindzalik

Wallahu 'Alam,

(Dikutip seperlunya dari Majalah As-Sunnah Edisi 4/Th.III/1419-1998)

Halaman utama

Aqidah Manhaj Ibadah Akhlak Fatwa Ragam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar